Solidaritas Perempuan Pulangkan 7 PBM Asal Suteng Sepanjang Tahun 2023

  • Whatsapp

PALU,BULLETIN.ID – Organisasi Solidaritas Perempuan (SP) Palu, sebuah organisasi perempuan terus memperjuangkan hak-hak perempuan buruh migran (PBM) atau yang dikenal sebagai Perempuan Pekerja Migran Indonesia (PPMI) dan anggota keluarganya. Organisasi ini berkomitmen untuk menciptakan tatanan sosial yang demokratis dan berkeadilan dalam akses dan kontrol terhadap ekonomi, politik, sosial, dan budaya bagi perempuan dan laki-laki.

Sebagai bagian dari upaya tersebut, SP Palu telah berhasil memulangkan tujuh PBM asal Sulawesi Tengah ke daerah asal mereka sepanjang tahun 2023. Dari 10 kasus PBM yang mendapatkan pendampingan dari SP Palu, lima di antaranya telah mencapai tahap litigasi pelaporan ke Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah (Polda Sulteng).

Delapan dari kasus tersebut merupakan indikasi trafficking, di mana tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dilakukan dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan, atau posisi rentan, penjeratan utang, atau memberi bayaran atau manfaat, sesuai dengan definisi Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Tindakan tersebut telah menyebabkan kerugian mental dan materi kepada korban.

Selain kasus trafficking, terdapat satu kasus eksploitasi di negara penempatan, yaitu Malaysia, dan satu kasus overstay di Arab Saudi. Beberapa PBM yang telah berhasil dipulangkan antara lain adalah T dari Sigi pada bulan Desember 2022, F dari Sigi pada tanggal 19 Mei 2023, I dari Parigi Moutong pada tanggal 13 Juni 2023, S dari Sigi pada tanggal 10 September 2023, dan S dari Sigi pada tanggal 07 Oktober 2023. Dua dari sepuluh kasus yang mendapatkan pendampingan masih dalam upaya pemulangan PBM yang berada di negara Timur Tengah.

“Salah satu korban indikasi trafficking, yang diidentifikasi dengan inisial R, diberangkatkan ke Timur Tengah pada tahun 2022. Namun, R tidak mendapatkan pekerjaan sesuai dengan yang dijanjikan dan mengalami eksploitasi berat, termasuk kekerasan verbal dan fisik. Kondisi ini mendorongnya untuk melarikan diri, namun ia ditahan oleh otoritas Arab Saudi. Sampai saat ini, keluarga dan pendamping SP Palu masih menunggu informasi lebih lanjut tentang pembebasan dan pemulangan R ke daerah asalnya” Ungkap yana Staf Divisi Perlindungan Perempuan Buruh Migran Solidaritas Perempuan Palu.

Berita Pilihan :  Menteri BP2MI Tinjau Fasilitas SMKN 2 Palu dan Beri Motivasi Siswa

Seorang PBM lainnya, yang diidentifikasi dengan inisial S, telah bekerja sebagai perawat di rumah sakit swasta di Arab Saudi sejak tahun 1990. Setelah di-PHK pada tahun 2016, S memutuskan untuk kembali ke Indonesia. Namun, ia menghadapi kendala berkas suaminya yang memiliki kewarganegaraan Palestina dan telah mendapatkan visa dari Kedutaan Mesir. Di sisi lain, suami S sedang sakit parah akibat stroke dan tidak dapat bergerak. PBM S juga memiliki seorang anak perempuan, dan kewarganegaraan anak tersebut masih belum dapat dipastikan.

Pada bulan Agustus 2023, SP Palu menerima kabar bahwa suami S telah meninggal dunia, sehingga S memutuskan untuk segera pulang. Namun, masalah dana menjadi kendala, karena PBM diharuskan membayar iqamah (izin tinggal di Arab Saudi) yang tertunggak sekitar 20 juta rupiah. Keluarga berharap untuk segera bertemu dengan S yang masih berada di Negara Timur Tengah.

Proses pemulangan para PBM ini menjadi mungkin berkat kerjasama erat antara Solidaritas Perempuan Palu dan Solidaritas Perempuan tingkat nasional dengan berbagai lembaga pemerintah terkait. Beberapa lembaga tersebut termasuk Balai Pelayanan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI), Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah (POLDA Sulteng), Kepolisian Resor Kabupaten Sigi (POLRES Sigi), Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Sigi, Kementerian Ketenagakerjaan, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI), Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI), Persatuan Warga Negara Indonesia di Arab Saudi (PWNI BHI), Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM), dan Komisi Nasional Perempuan (KOMNAS Perempuan).

Meskipun perjuangan pemulangan PBM dipenuhi dengan kendala dan tantangan, koordinasi yang terus menerus dan aliran informasi yang lancar antara lembaga-lembaga terkait merupakan faktor kunci dalam memastikan bahwa upaya pemulangan dan pemenuhan hak-hak PBM dapat dilakukan lebih efisien.

Pos terkait