PALU, BULLETIN.ID– Sebagai salah satu tokoh besar dalam dunia seni dan budaya Sulawesi Tengah, nama Hasan Bahasyuan tak bisa dipisahkan dari sejarah perkembangan seni tradisional dan modern di daerah ini.
Untuk menghormati perjalanan hidup dan karya-karya monumental Hasan, Hasan Bahasyuan Institute (HBI) terus berupaya melestarikan dan mengapresiasi legasi sang legenda melalui berbagai kegiatan budaya, diskusi, serta acara seni yang mengangkat warisan budaya lokal.
“HBI berkomitmen untuk mengembangkan dan melestarikan karya-karya Hasan Bahasyuan. Kami telah menginventarisasi lebih dari 60 karya yang terdiri dari lagu dan tari yang terdaftar di HAKI, dan ini menjadi bagian dari warisan penting yang harus kita jaga bersama.” Kata Zul Fikar Usman, Direktur Eksekutif HBI saat menggelar konferensi pers di Palu, Selasa (26/11/2024).
Zul menjelaskan bahwa ke 60 karya tersebut terdiri dari 11 tarian dan 49 lagu. Sejak berdiri pada 2007, HBI telah banyak melakukan rangkaian kegiatan yang melibatkan masyarakat, seperti forum diskusi dan pertunjukan seni di berbagai daerah, termasuk Palu dan Parigi. Salah satu pencapaian besar HBI adalah peresmian Tugu Hasan Bahasyuan pada April 2023 yang menjadi simbol pengakuan terhadap kontribusi Hasan dalam dunia seni dan budaya di Sulawesi Tengah. Menurut Zul Fikar, Tugu tersebut bukan hanya sebagai penanda, tetapi juga sebagai ruang untuk mengenal lebih dalam karya-karya besar Hasan yang mencerminkan nilai budaya Sulawesi Tengah.
Selain itu, HBI juga secara rutin menyelenggarakan acara bertajuk Gelar Mahakarya Hasan Bahasyuan, yang digelar setiap dua tahun sekali. Acara ini menghadirkan tema dan konsep yang berbeda setiap pelaksanaannya, dengan tujuan untuk mengapresiasi dan menghidupkan kembali karya-karya Hasan, yang tidak hanya terbatas pada musik, tetapi juga tari dan seni pertunjukan lainnya.
“Gelar Mahakarya ini menjadi kesempatan bagi kita untuk merefleksikan kontribusi Hasan dalam membentuk budaya lokal di Sulteng,” tambah Zul Fikar.
Meskipun demikian, menurut Direktur HBI, masih ada tantangan besar dalam melindungi hak cipta atas karya Hasan, mengingat banyaknya karya yang terkadang tidak dicantumkan atau diakui dengan semestinya.
“Kami melihat adanya pelanggaran hak cipta terhadap karya Hasan yang belum sepenuhnya dihargai atau dikenali oleh banyak pihak, baik oleh masyarakat maupun pemerintah,” ujar Zul Fikar.
Namun, HBI tetap optimis dalam memperjuangkan hak-hak budaya lokal, dan berusaha mengedukasi masyarakat serta pemerintah mengenai pentingnya penghargaan terhadap karya seni sebagai bagian dari identitas budaya daerah.
“Kami juga berharap pemerintah lebih aktif dalam memberikan informasi kepada masyarakat tentang karya-karya Hasan Bahasyuan, serta mendorong pengembangan budaya melalui sinergi yang lebih kuat antara berbagai pihak,” tegasnya.
Sementara itu dewan kesenian dan akademisi universitas tadulako Hapri Ika Poigi menerangkan bahwa dalam konteks pengembangan budaya, HBI terus mendorong riset dan kajian tentang seni dan budaya Sulteng, yang dapat menjadi inspirasi bagi generasi mendatang. Salah satu contoh penting adalah upaya melestarikan Gamelan Kaili, sebuah alat musik tradisional dari Sulteng yang sampai saat ini belum ada seniman yang mengangkatnya dalam format kontemporer.
“Melalui riset dan pembinaan yang berkelanjutan, kami berharap karya-karya Hasan Bahasyuan bisa terus berkembang dan menjadi sumber inspirasi bagi para pelaku seni di masa depan. Kami juga ingin memastikan bahwa karya-karya beliau dihargai dan diakui sebagai bagian dari tradisi baru yang hidup dalam masyarakat kita,” Kata Hapri Ika Poigi.
Ia berharap agar HBI bisa terus menjadi lembaga yang membawa pengaruh positif dalam pelestarian budaya dan kesenian lokal di Sulawesi Tengah, serta mengenalkan karya-karya Hasan Bahasyuan kepada dunia.(Nana).