PALU, BULLETIN.ID – Aliansi mahasiswa menggelar aksi damai di depan Kantor KPU dan Kantor Bawaslu Sulawesi Tengah (Sulteng), Rabu 4 Desember 2024. Aksi itu buntut dari kekecewaan para mahasiswa yang mengaku tidak bisa menyalurkan hak pilihnya pada pemilihan kepala daerah (Pilkada) di Sulteng.
Para mahasiswa menyebut Pilkada Sulteng gagal lantaran banyak hak pilih masyarakat, termasuk para mahasiswa yang dipersulit oleh aturan dan sosialisasi yang tidak maksimal dari penyelenggara.
Isu utama yang disuarakan oleh massa aksi adalah rendahnya partisipasi masyarakat dalam Pilkada, serta kebijakan yang diambil oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang menghambat pemilih, terutama mereka yang berada di luar domisili.
“Hal ini menyebabkan ketidakpuasan di kalangan masyarakat dan berpotensi merusak kredibilitas serta legitimasi proses pemilu,” teriak salah satu orator menggunakan pelantang suara di depan kantor KPU Sulteng.
Rendahnya partisipasi ini, menurut mereka disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain kurangnya sosialisasi yang efektif, ketidakpercayaan terhadap hasil Pilkada, serta kesulitan akses bagi pemilih di daerah terpencil atau yang memiliki kendala logistik.
Kemudian penghambatan pemilih dengan menggunakan KTP, di mana masyarakat yang ingin menggunakan KTP elektronik sebagai bukti identitas untuk memilih di TPS dihadapkan pada kesulitan administratif.
“Pemilih yang merantau atau bekerja di luar daerah terpaksa tidak bisa memilih, yang menghambat proses demokrasi,” katanya.
Mereka pun menuntut dan mendesak KPU untuk memberhentikan rekapitulasi suara hingga masalah-masalah yang dipersoalkan masyarakat dapat terselesaikan.
Pasalnya, rendahnya partisipasi pemilih dan
penghambatan hak suara akibat kebijakan tersebut menciptakan keraguan terhadap keabsahan hasil pemilu.
Usai ditemui oleh salah satu Komisioner KPU Sulteng, Darmiati, massa aksi lalu bergerak ke depan kantor Bawaslu Sulteng. Mereka menyampaikan tuntutan yang sama di depan Kantor Bawasli. Di sana mahasiswa ditemui Komisioner Bawaaslu, Fadlan.
Mahasiswa berharap Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk melakukan peninjauan kembali terhadap kebijakan KPU yang menghambat proses Pilkada.
“Tanpa partisipasi yang luas, hasil Pilkada bisa dianggap tidak representatif dan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap proses demokrasi.”
Bawaslu dianggap perlu menindaklanjuti keluhan masyarakat. Selain itu, Bawaslu perlu melakukan pengawasan lebih ketat terhadap kebijakan KPU, serta melakukan pemeriksaan terhadap penyimpangan yang mungkin terjadi dalam pelaksanaan Pilkada.
Bawaslu harus memastikan bahwa kebijakan yang diambil tidak merugikan pemilih dan tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku.
Para mahasiswa menyampaikan bakal kembali melakukan aksi dengan jumlah massa yang jauh lebih banyak jika tuntutan mereka tidak mendapatkan respons sesuai dari KPU dan Bawaslu tiga hari kedepan.
Aksi diwarnai dengan pembakaran ban bekas. Para mahasiswa kemudian membubarkan diri sekira pukul 16.40 Wita.