PALU, BULLETIN.ID – Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Sulawesi Tengah (Kanwil Ditjenpas Sulteng) bersama Tim Pusat Strategi Kebijakan (Pustraka) Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (Kemenimipas) terus mendorong akuntabilitas layanan publik berbasis data.
Sebagai bagian dari monitoring dan evaluasi pelaksanaan Survei Persepsi Anti Korupsi (SPAK) dan Survei Persepsi Kualitas Pelayanan (SPKP), tim menyambangi dua satuan kerja pemasyarakatan di Kota Palu, yaitu LPKA Palu pada Kamis (10/7/2025) dan Rutan Kelas IIA Palu pada Jumat (11/7/2025).
Tim Pustraka Kemenimipas yang terdiri dari Basri Hasanuddin Latief, Mahmud Efendi, Hasan Sajili, dan Mochamad Farhan, selaku Penanggung Jawab Wilayah I SPAK–SPKP, melaksanakan evaluasi lapangan bersama Tim Monev SPAK–SPKP Kanwil Ditjenpas Sulteng, dengan fokus utama pada validitas pengisian survei, kendala lapangan, serta efektivitas pemanfaatan hasil survei sebagai dasar kebijakan.
Di LPKA Palu, tim diterima oleh Plh. Kepala LPKA, Ida Bagus, bersama Kasubbag Umum, Andi Nuryadin. Sementara di Rutan Palu, kunjungan diterima langsung oleh Karutan, Fani Andika, didampingi Kasubsi Pengelolaan, Radotman Sinaga, Kasubsi Pelayanan Tahanan, Herdi, serta masing-masing operator survei.
Tim melakukan observasi lapangan secara langsung terhadap kualitas layanan, efektivitas pelaksanaan SPAK–SPKP, kondisi sarana prasarana, serta transparansi pelaporan dan pertanggungjawaban.
Sesi wawancara juga dilakukan terhadap pimpinan dan operator survei, sebagai upaya identifikasi hambatan faktual di lapangan dan penyusunan solusi yang kontekstual.
Kepala Kanwil Ditjenpas Sulteng, Bagus Kurniawan, menekankan bahwa hasil monitoring ini harus menjadi titik tolak pembenahan nyata, bukan sekadar memenuhi kewajiban administratif.
“Kita ingin data berbicara. SPAK dan SPKP bukan sekadar survei, tapi alat kontrol publik terhadap kualitas dan integritas layanan kita. Ini harus kita respons dengan aksi, bukan sekadar laporan,” tegas Bagus.
Ia menambahkan, tantangan geografis maupun keterbatasan teknis bukan alasan untuk stagnasi. Justru kondisi tersebut menuntut kerja cerdas dan inovasi.
“Kita harus berani mendengar langsung dari lapangan. Kalau operator bilang ada hambatan, kita bantu carikan solusi. Kalau data menunjukkan ada ketimpangan, kita benahi. Prinsipnya, pelayanan tidak boleh berhenti di meja laporan,” lanjutnya.
Perwakilan Tim Pustraka, Basri Hasanuddin Latief, menyebut bahwa pelaksanaan SPAK dan SPKP di Sulawesi Tengah punya tantangan khas, namun juga potensi besar untuk dikembangkan sebagai model layanan berbasis data.
“Kami tidak mencari angka tinggi, kami mencari data jujur. Yang terpenting adalah bagaimana satuan kerja menjadikan survei ini sebagai alat belajar, bukan hanya alat ukur. Karena dari situlah perubahan bisa dimulai,” ujar Basri.
Sebagai informasi, LPKA dan Rutan palu merupakan salah satu perwakilan dari keenam UPT Pemasyarakatan se-Sulawesi Tengah yang juga lolos dalam kontestasi Zona Integritas menuju Wilayah Bebas Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBBM).
Dengan sinergi antara pusat dan daerah, SPAK dan SPKP diharapkan tidak hanya menjadi laporan, tapi juga refleksi dan rambu-rambu untuk terus memperbaiki layanan pemasyarakatan di Sulawesi Tengah.






