PALU, BULLETIN.ID, BULLETIN.ID – Upaya membangun perdamaian berkelanjutan dan perlindungan terhadap kelompok rentan di Sulawesi Tengah kembali ditegaskan melalui dialog lintas sektor yang digelar di Palu. Kegiatan ini bertujuan memastikan integrasi nilai budaya yang berperspektif gender dan perlindungan anak ke dalam Rencana Aksi Daerah Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme (RAD P3AKS) periode kedua.
Dialog ini diinisiasi oleh Libu Perempuan, Aman Indonesia, dan UN Women, dengan melibatkan unsur pemerintah daerah dan organisasi masyarakat sipil.
Ruby Khalifah dari Aman Indonesia menyampaikan bahwa penting untuk menjaga agar prinsip-prinsip kesetaraan gender benar-benar terintegrasi dalam kerja-kerja pemerintahan, termasuk di tingkat OPD (Organisasi Perangkat Daerah).
“Penting memastikan agar nilai-nilai kesetaraan gender tidak hanya menjadi jargon, tetapi terlembaga dalam seluruh proses dan program, terutama dalam penanganan konflik. Masyarakat sipil juga punya peran besar dalam mencegah konflik dan membangun perdamaian,” ujar Ruby.
Ia juga menekankan bahwa rencana aksi untuk pencegahan kekerasan berbasis ekstremisme tidak harus berjalan sendiri. Menurutnya, kolaborasi lintas sektor sangat memungkinkan untuk memperkuat efektivitas pelaksanaan.
“Kekuatan lokal bisa menjadi jembatan antara rencana aksi nasional dan pelaksanaannya di akar rumput. Di sinilah peran budaya lokal sangat strategis,” tambahnya.
Ruby juga menyoroti pentingnya mengubah cara pandang terhadap korban kekerasan dan terorisme. Menurutnya, masyarakat perlu menunjukkan empati, bukan stigma, kepada para perempuan dan anak korban konflik.
“Perempuan dan anak bukan objek, mereka adalah subjek yang memiliki hak dan peran penting dalam menciptakan perdamaian,” katanya.
Asisten I Pemerintahan dan Kesra Pemprov Sulteng, Fakhruddin Yambas, mengapresiasi inisiatif dialog ini dan menekankan pentingnya memasukkan nilai-nilai budaya lokal dalam kebijakan publik, khususnya terkait perlindungan anak dan pengarusutamaan gender.
“Jangan sampai kebijakan hanya bersifat normatif. Justru nilai budaya bisa menjadi kekuatan dalam memperkuat kebijakan yang lebih efektif dan inklusif,” ujarnya.
Fakhruddin menambahkan, pemerintah Sulawesi Tengah berkomitmen mendukung implementasi RAD P3AKS dengan pendekatan yang partisipatif dan responsif terhadap kebutuhan kelompok rentan. Ia juga mendorong agar perempuan terlibat aktif dalam proses perencanaan hingga pengambilan keputusan.
Sementara itu, Nisbah, pendiri Libu Perempuan, menggarisbawahi pentingnya menggali kekuatan nilai-nilai lokal dalam mengikis dominasi budaya patriarki yang masih kuat di tengah masyarakat.
“Isu gender sulit lepas dari dominasi patriarki karena banyak perbedaan gender justru dikuatkan oleh tafsir budaya. Namun banyak juga nilai lokal yang sebenarnya mendukung kesetaraan, misalnya dalam sistem sosial masyarakat Kaili,” ungkapnya.
Ia menyebut, langkah-langkah seperti pembentukan Desa Damai, yang telah memiliki Rencana Anggaran Biaya dan segera diluncurkan, menjadi contoh konkret integrasi budaya dan perdamaian dalam konteks lokal.
Sebagai tindak lanjut, peserta dialog mendorong adanya koordinasi intensif untuk mengawal dokumen dan progres implementasi RAD P3AKS, termasuk pembentukan Pokja (Kelompok Kerja) lintas OPD dan pelibatan lembaga adat sebagai bagian dari strategi pencegahan konflik sosial.








