Bulletin.id, PALU – Umat Hindu se Sulawesi Tengah (Sulteng) memperingati hari lahir atau Piodalan Pura Agung Wana Kerta Jagat Natha Kota Palu pada Selasa (08/10/2022). Upacara yang juga dikenal dengan istilah pujawali ini dilaksanakan setiap tahun sekali, sejak Pura terbesar di Sulteng ini diresmikan 38 tahun yang lalu.
Ketua Panitia Pelaksana, I Made Sukarta mengatakan, rangkaian upacara piodalan tahun ini sudah dilakukan sejak tanggal 5 November. Puncak pelaksanaan dilaksanakan mulai Selasa pagi dengan melibatkan umat Hindu di 11 Kabupaten/Kota di Sulteng.
“Acara diawali dengan Netegan yang memiliki arti penyucian skala (Dunia Nyata) dan niskala (Dunia Spiritual) sehingga proses kegiatan kami ini bisa berjalan dengan baik tanpa ada kecemburuan,” terang Sukarta.
Dijelaskan Sukarta, puncak acara dilaksanakan mulai Selasa Pagi yang berdasar kalender Bali bertepatan dengan hari bulan Purnama sasih kalima. Ritual pujawali diawali dengan upacara pecaruan agar prosesi peringatan odalan menjadi suci.
“Habis itu kami adakan melasti dan setelahnya Ida Rsi (Pendeta) muput (memimpin upacara) dan umat semua melakukan persembahyangan bersama. Intinya pada hari ini kami mengucapkan terimakasih kepada sang pencipta, supaya kami selalu diberikan jalan dharma atau kebaikan, ” tutur dia.
Di sisi lain, Ketua Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Sulteng, I Nengah Wandra menuturkan, Pura Jagatnatha Palu pasca gempa tahun 2018 sempat dipugar dan menelan biaya hingga Rp 11 Milyar. Selain itu, gejala Covid-19 juga membatasi umat Hindu menggelar upacara yang melibatkan orang banyak.
Olehnya, pada momen kali ini ia bersyukur karena kembali bisa mengumpulkan umat yang banyak untuk memohon doa kepada Tuhan yang maha esa.
“Harapan kami ke depan Pandemi tidak berulang lagi, sehingga kami senantiasa melaksanakan ibadah dengan baik ke depannya, ” kata dia.
Wakil Walikota Palu, Reny A Lamadjido yang turut hadir pada acara puncak, merasa kagum dan memberi apresiasi yang tinggi atas acara selama ini yang dilaksanakan oleh umat Hindu. Renny mengaku serasa berada di Bali atas suguhan tarian tradisional yang ditampilkan saat acara. Terlepas dari itu, menurut dia, acara ini jadi bukti bahwa kerukunan antar beragama tetap terjaga di Sulteng.
“Saya berterima kasih karena kerukunan di Palu khususnya di Sulteng tetap terjaga sangat kompak, solid dan saling menyayangi,” kata Reny.***