POSO, BULLETIN.ID – Tiga pakar dari Institut Teknologi Bandung (ITB) menuntaskan pengambilan sampel dan penelitian lapangan selama dua hari, 18–19 November 2025, untuk menelusuri penyebab kerusakan puluhan rumah warga di Desa Sulewana, Kecamatan Pamona Utara, Kabupaten Poso.
Tim ahli dari disiplin geodesi, geologi, dan teknik pertambangan itu turun langsung ke lokasi yang dilaporkan mengalami keretakan, penurunan tanah, hingga kerusakan struktural sejak beberapa tahun terakhir.
Sebelum memulai kegiatan lapangan, tim ITB terlebih dahulu bertemu pemerintah desa di Kantor Desa Sulewana. Dr. Teguh Purnama Sidiq, Ahli Geodesi, menegaskan bahwa penelitian dilakukan secara independen.
“Kami hadir untuk mencari kebenaran, bukan pembenaran. Kami tidak terafiliasi kepentingan mana pun,”ujar Teguh.
Tim yang terdiri dari Dr. Rendy Dwi Kartiko (geologi), Dr. Teguh Purnama Sidiq (geodesi), dan Inzagi Suhendar (perekaman getaran) melakukan pengambilan data secara intensif. Dr. Teguh mengukur potensi pergerakan tanah dan perubahan struktur yang mungkin berkaitan dengan aktivitas PLTA, Dr. Rendy meneliti sampel batuan di sekitar 28 rumah terdampak serta mencatat bentuk kerusakan di dinding dan tanah, Inzagi merekam getaran tanah di 9 titik, termasuk wilayah sekitar PLTA Poso 1 dan Poso 2, untuk melihat kemungkinan efek turbulensi air berkecepatan tinggi terhadap struktur permukiman.
Kegiatan berlangsung dari pukul 10.00 hingga 17.15 WITA dengan jeda singkat. Sejumlah warga turut dimintai keterangan, termasuk Malvin Baduga yang rumahnya amblas hingga puluhan sentimeter sejak 2007, dan Novi Badjadji yang mengaku retakan di rumahnya mulai muncul setelah PLTA beroperasi.
Dalam dokumen yang dikutip dari Dinas Lingkungan Hidup Poso, PT Poso Energy menegaskan kerusakan rumah warga tidak disebabkan oleh aktivitas PLTA.
Manajemen perusahaan menyebut debit air yang dilepas dari PLTA hanya sekitar 228–230 m³, jauh di bawah batas 510 m³ yang ditetapkan regulasi daerah.
Poso Energy juga menyatakan kerusakan sempadan sungai—seperti robohnya vegetasi—lebih disebabkan oleh kondisi lingkungan alami, bukan aktivitas turbin atau outlet PLTA.
Ketua Satgas PKA Sulawesi Tengah, Eva Susanti Bande, menegaskan perusahaan tidak bisa menutup mata terhadap kerusakan yang terus berulang.
Dalam dialog terbuka, Eva menanyakan secara langsung kepada Dimas Tenggeli, salah satu pemilik rumah yang rusak berat, apakah pernah menerima bantuan dari perusahaan.
Setelah sempat ragu, Dimas mengakui menerima bantuan perbaikan sebesar Rp10 juta dari Poso Energy, tetapi kerusakan kembali terjadi.
“Ini membuktikan masalah belum selesai. Warga tetap menjadi korban kerusakan berulang,” tegas Eva.
Kepada wartawan, Eva menambahkan bahwa tanggung jawab perusahaan tidak berhenti pada batas fasilitas operasional.
“Prinsip keadilan sosial harus mendahului kaidah profit bisnis. Perusahaan perlu mengambil langkah humanis sebelum kita bicara data teknis lebih lanjut.”
Tim ITB bersama Satgas PKA dan perwakilan Poso Energy akan melanjutkan investigasi melalui pengeboran inti hingga kedalaman 20 meter untuk mempelajari kondisi geoteknik tanah secara lebih komprehensif.
Tahap ini direncanakan berlangsung bersamaan atau setelah kedatangan gelombang kedua tim pakar ITB pada akhir November. ***







