BULLETIN.ID Di Kolonedale dan Korowou, Kecamatan Lembo, Kabupaten Morowali Utara (Morut), Erick Tamalagi Merasakan perubahan yang pelan-pelan mengubah ritme hidup warganya. Malam-malam yang dulu sering ditemani kecemasan akan listrik padam kini jauh berkurang.
“Secara umum, byar pet sudah sangat berkurang. Kalau pun ada gangguan, biasanya karena faktor alam seperti angin kencang atau pohon tumbang akibat petir,” kata Erik salah satu warga Morut, Minggu (23/11/2025).
Erick tinggal di kawasan yang kini menjadi salah satu titik penopang pertumbuhan pesat industri tambang dan pabrik pengolahan. Karena itu, baginya, suplai listrik yang stabil bukan sekadar fasilitas tetapi kebutuhan mendasar.
“Dengan aktivitas tambang yang semakin padat, kami berhak mendapatkan listrik yang terjaga. Karena itu, upaya peningkatan kapasitas pembangkit energi terbarukan sangat kami dukung,” tambahnya.
Harapan yang sama datang dari Poso. Ani, salah satu warga, merasakan pengaruh langsung kehadiran PLTA terhadap kualitas daya listrik di rumahnya.
“Menurut saya kehadiran PLTA lumayan bagus. Tidak hanya listrik yang stabil, dan saya juga setuju kalau energi kita kedepan makin bersih,” tuturnya.
Cerita-cerita warga ini menjadi cermin sederhana dari perubahan yang lebih besar. Di balik saklar yang kini jarang berkedip, ada sistem kelistrikan yang tengah dibenahi, diperluas, dan dihubungkan melalui jaringan transmisi baru yang mengalirkan energi bersih dari jantung Poso ke kawasanindustri Morowali dan Morowali Utara.
Kehadiran PT Poso Energi di Sulawesi Tengah (Sulteng) bukan hanya menandai beroperasinya pembangkit listrik tenaga air (PLTA) skala besar, tetapi juga memicu transformasi sosial-ekonomi yang menjangkau wilayah luas.
Melalui PLTA Poso I, II, dan III yang memanfaatkan aliran Sungai serta Danau Poso, perusahaan ini membuka fase baru pemanfaatan energi bersih di wilayah yang sebelumnya sangat bergantung pada listrik berbasis fosil.
Perubahan itu terlihat jelas pada Juli tahun ini. Gubernur Sulteng, Anwar Hafid, bersama manajemen PT Poso Energi meresmikan pengoperasian Jalur Transmisi 150 kV Kolonodale–Bungku, dipusatkan di Gardu Induk (GI) 150 kV Bungku, Kecamatan Bungku Tengah, Morowali.
Peresmian ini juga menandai beroperasinya jaringan transmisi 150 kV Kolonedale–Tentena dan Kolonodale–Bungku, serta dua gardu induk baru di Kolonodale dan Bungku yang masing-masing memiliki kapasitas 30 MVA.
Di atas kertas, deretan angka dan kapasitas itu terlihat teknis. Namun di lapangan, infrastruktur ini menghadirkan dampaknyata, dimana suplai listrik dari PLTA Poso mengalir lebih optimal untuk menopang kebutuhan industri, rumah tangga, hingga fasilitas publik di Morowali dan sekitarnya.
Kini, sekitar 70 persen sistem kelistrikan di Sulteng ditopang oleh energi terbarukan hasil produksi PLTA Poso, sebuah pencapaian signifikan di tengah lonjakan kebutuhan energi akibat maraknya kegiatan pertambangan dan industri.
Bagi banyak warga, energi terbarukan bukan sekadar istilah, namun adalah kenyamanan sehari-hari, lampu yang tetap menyala saat hujan, lemari pendingin yang tidak tiba-tiba mati, hingga usaha kecil yang bisa beroperasi tanpa kecemasan.
Masyarakat pun berharap kehadiran PLTA tidak hanya menyediakan listrik yang stabil, tetapi juga menjadi fondasi penggunaan energi bersih yang lebih berkelanjutan di Morowali Utara dan seluruh Sulawesi Tengah. Energi yang dihasilkan dari air diyakini mampu mengurangi ketergantungan pada sumber fosil yang memiliki risiko pencemaran lingkungan.
Lebih dari satu dekade sejak mulai beroperasi, PT Poso Energi telah menjelma menjadi salah satu pilar energi terbarukan di Kawasan Timur Indonesia. Dari Poso hingga Morowali, jejak kehadirannya tampak pada jaringan listrik yang semakin andal, ekonomi lokal yang bergerak, serta tumbuhnya kesadaran publik tentang arah masa depan energi bersih.
Dan bagi warga seperti Erick dan Ani, perubahan itu sudah mereka rasakan langsung bukan lagi hanya sekedar jargon.
Mengurangi Emisi dari Hulu
Dari Sungai Poso yang tak pernah berhenti mengalir. Di sinilah PT Poso Energy membangun masa depan energi yang lebih bersih sekaligus memberi harapan baru bagi upaya menekan emisi karbon di Sulawesi.
PLTA Poso Peaker, dengan kapasitas total 515 megawatt, bukan sekadar deretan turbin yang berputar. Aliran air dari danau dan sungai diubah menjadi tenaga bersih yang menopang rumah, industri, hingga Kota-Kota di Sulawesi. Namun tak banyak yang tahu bahwa pembangkit ini merupakan PLTA Merah Putih yang dirancang dan dioperasikan sepenuhnya oleh anak bangsa yang Sebagian besar adalah insinyur muda dari Sulawesi Tengah.
Mengandalkan sistem run-of-river dan reservoir peaker, PLTA Poso Peaker hanya menyuplai listrik pada jam beban puncak, pukul lima hingga sepuluh malam, saat kebutuhan energi mencapai titik tertinggi.
Alih-alih mengandalkan pembangkit berbahan bakar fosil yang meninggalkan jejak emisi, Poso Energy memilih jalur berbeda yakni memanfaatkan tenaga air yang mengalir dari alam.
“Energi bersih adalah energi masa depan. Kami ingin mengurangi penggunaan energi yang mencemari lingkungan karena air memberi kami solusi itu.” Kata Ismet Rahmat Kartono Manager Bisnis PT. Poso Energi. (20/11/2025).
Kontribusi PLTA Poso terhadap pengurangan emisi bukan hanya sebatas angka. Bagi perusahaan, energi bersih adalah cara mengembalikan kesadaran bahwa listrik bisa diproduksi tanpa merusak kualitas udara.Bauran energi terbarukan di Sulawesi Sudah melebihi 30 persen, diatas target nasional 23 persen.
“Kami terus menjaga keberlanjutan operasional dan pelestarian air serta ekosistem,”jelas Ismet.
Dengan kapasitas 515 MW, PLTA Poso Peaker mampu menggantikan produksi energi dari pembangkit berbahan bakar batu bara yang emisinya jauh lebih tinggi. Setiap megawatt listrik dari PLTA adalah megawatt yang tidak berasal dari fosil yang menandakan tidak ada asap yang terlepas ke udara, tidak ada gas buang yang mengotorinya.
“Kalau dibandingkan dengan PLTU berkapasitas 215 MW, PLTA kami mampu mengurangi hingga 40 persen emisi karbon, ” Ungkapnya.
Ismed menyebut energi terbarukan tidak hanya bersih, tetapi juga stabil. Tak semua energi terbarukan mampu menyediakan pasokan yang konsisten. Tapi PLTA berbeda air mengalir sepanjang tahun sehingga memberi suplai yang dapat diandalkan.
“Energi bersih kini bukan hanya program pemerintah,Ini gerakan global, dan kami ingin mengambil bagian di dalamnya.” Kata Ismed.

Kualitas Udara Sulteng Stabil, PLTA Berkontribusi pada Pengurangan Emisi
Pemantauan real-time dari berbagai platform kualitas udara menunjukkan kondisi polusi udara di Sulawesi Tengah berada pada kategori baik hingga sedang. Sejumlah wilayah seperti Palu, Bungku, Donggala, dan Tentena tercatat stabil dalam kisaran “Good” hingga “Moderate”.
Di sisi lain, penggunaan energi bersih melalui Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dinilai berperan penting dalam menjaga kualitas udara.
Asep Firman Ilahi, Kepala Stasiun Pemantau Atmosfer Global (SPAG) Lore Lindu Bariri menilai, Kontribusi PLTA dalam pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) turut dipantau melalui Stasiun GAW Lore Lindu Bariri, yang mencatat konsentrasi GRK latar belakang di kawasan Indonesia bagian tengah.
Data ini menjadi acuan penting untuk menilai dampak penggunaan energi bersih terhadap kondisi atmosfer regional dan upaya mitigasi perubahan iklim.
Dengan kualitas udara yang relatif stabil dan pemanfaatan energi rendah emisi, Sulawesi Tengah dinilai berada pada jalur yang tepat dalam pengembangan energi bersih dan pengendalian polusi.
Ia meenyebut Secara operasional, PLTA tidak menghasilkan emisi polutan langsung, karena tidak membakar bahan bakar fosil. Teknologi ini tidak melepaskan sulfur dioksida, nitrogen oksida, maupun partikulat (PM) yang menjadi penyumbang utama pencemaran udara.
Namun meski demikian ia menyebut, potensi emisi tidak langsung dapat muncul dari waduk PLTA melalui proses pembusukan vegetasi yang terendam, yang menghasilkan metana (CH₄) dan karbon dioksida (CO₂).
“Besarnya emisi ini sangat bergantung pada kondisi geografis, jumlah biomassa yang terendam, serta usia waduk” kata Asep. Rabu (26/11/2025).
Menurut akademisi , PLTA Poso mampu mereduksi sekitar 1,2 hingga 1,8 juta ton CO₂ per tahun, sekaligus menekan polutan udara seperti NOx, SO₂, dan PM2.5. Keberadaan PLTA juga meningkatkan stabilitas sistem kelistrikan Sulawesi. Namun, keberlanjutan manfaat ini sangat bergantung pada pengelolaan DAS Poso, pengendalian sedimentasi, serta tata kelola sosial dan lingkungan yang baik. Hal ini diungkap oleh Dr. Mohammad Djamil M. Nur, Dosen Tadris IPA dan juga Sekretaris Program Studi S2 MPI Pascasarjana UIN Datokarama Palu.
Namun menurutnya, meski memberikan manfaat besar, akademisi mengingatkan bahwa PLTA memiliki risiko ekologis jangka panjang. Perubahan aliran sungai, gangguan migrasi ikan, dan penurunan keanekaragaman hayati.
Ini menjadi tantangan yang harus diantisipasi. Sedimentasi waduk juga berpotensi mengurangi umur operasi dan memengaruhi kualitas air. Karena itu, PLTA dinilai harus didukung studi ekologi mendalam, manajemen DAS yang kuat, serta monitoring ketat.
“ Prioritas utama penurunan emisi adalah pengembangan PLTS skala besar, PLTS atap, sistem penyimpanan energi, serta optimalisasi PLTA kecil dan mikrohidro” katanya. (20/11/2025).
Integrasi energi terbarukan ke jaringan listrik juga menjadi kunci.
Selain riset teknis, riset kebijakan dinilai penting untuk mendorong insentif energi bersih dan memastikan industri serta masyarakat benar-benar mau beralih menuju sistem energi rendah emisi.
Sementara itu, Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Sulawesi Tengah menegaskan pentingnya meninjau kembali pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Poso tidak hanya dari sisi kontribusinya dalam menurunkan emisi karbon, tetapi juga dari dampak sosial dan ekologis yang dirasakan warga lingkar proyek.
Menurut Taufik, Koordinator Jatam Sulteng, keberadaan PLTA Poso kerap dipuji sebagai sumber energi baru dan terbarukan yang mampu mengurangi emisi. Namun, aspek lain yang tak kalah penting adalah memastikan bahwa operasionalnya tidak menimbulkan daya rusak bagi masyarakat di sekitarnya.
“Kehadiran PLTA Poso sebenarnya bukan hanya dinilai dari berapa besar ia mengurangi emisi karbon. Yang juga penting untuk dilihat adalah apakah keberadaannya tidak memberikan daya rusak bagi warga lingkar PLTA,” kata Taufik.
Ia kembali mengingatkan pemerintah pusat maupun daerah agar tidak terjebak pada narasi hijau pembangunan energi. Jangan sampai proyek yang diklaim ramah lingkungan justru menghasilkan korban lebih besar akibat dampak sosial, lingkungan, maupun perubahan bentang alam yang mempengaruhi kehidupan masyarakat.
“Harapan kita semua, pembangunan energi baru terbarukan benar-benar membawa manfaat. Jangan sampai justru menimbulkan korban bagi warga yang berada di sekitar wilayah pembangunan tersebut,” tegasnya.****







