Bulletin.id, Kasus penembakan Erfaldi oleh oknum Anggota Polres Parimo pada aksi demonstrasi di Desa Khatulistiwa, Parigi Moutong 13 Februari 2022, besok memasuki babak akhir di Negeri Parigi. Pada sidang Jumat, 24 Februari 2023, lalu, Hakim PN Parimo menuntut terdakwa Bripka Hendra 10 tahun penjara. Terdakwa menurut Hakim terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan, sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 338 KUHP sesuai dakwaan kesatu.
Menanggapi tuntutan 10 tahun tersebut, Rosmawati ibunda korban mengaku sangat bersyukur atas tuntutan tersebut. Menurut Rosmawati putusan tersebut menandakan ada keadilan bagi anaknya. Ia pun berharap Hakim memvonis sesuai tuntutan tersebut.
Ayah korban, Erwin Lahadado menyebut, yang penting pelaku itu sudah dihukum. Sudah dipenjara, itu berarti dia sudah pertanggungjawabkan perbuatannya. Itu saja harapan kami supaya ada keadilan.
Menanggapi tuntutan penjara 10 tahun tersebut, Sekretaris Jenderal SKP HAM Sulawesi Tengah, Nurlaela Lamasitudju, menyebut
kasus penembakan Erfaldi (alm) akhirnya menemui titik terang, setelah ada tuntutan Jaksa 10 tahun penjara. ”Kami sangat berharap hakim akan memberi keputusan maksimal bagi pelaku bripka Hendra atas kematian korban,” Nurlaela mengingatkan.
Nurlaela juga menyebut, Hakim harus mempertimbangkan permohonan restitusi dari keluarga korban
Putu Ardika Yana yang psikokolog yang mendampingi keluarga korban, mengatakan, pada umumnya keluarga sudah berupaya untuk menerima kepergian Erfaldi, tapi itu tidak mudah bagi keluarga. Selamat pendampingan psikologis terus diupayakan untuk mencegah terjadinya gangguan mental yang serius.
Ayah kandung korban Erwin Lahadado, salah satu anggota keluarga yang merasakan tekanan, antara lain, melamun/pikiran yang kosong, perasaan duka yang mendalam sehingga terus terbawa suasana sedih, kehilangan motivasi dan minat untuk aktivitas sosial hingga sering menangis tanpa disadari.
Ini membuat kondisi fisik Erwin terus menurun sehingga sempat beberapa kali pingsan dan sakit di tulang – sendi dan ginjal.
Hasil pemeriksaan terakhir menunjukan ada gejala gangguan fisik yang perlu diobati serius yang diakibatkan oleh kondisi mental. Bapak erwin kemudian didiagnosa dokter dengan gangguan depresi sedang dan somatisasi. Hal ini menunjukan betapa kedukaan telah membuat bapak erwin mengalami gangguan mental serius dan fisik serius.
Ardika Yana menyebut, upaya pendampingan psikologis terus dilakukan agar gangguan mental tidak semakin parah. Oleh karena itu LPSK memperpanjang bantuan rehabilitasi psikologis kepada korban. Namun sayangnya LPSK tidak dapat menanggung biaya transport dan pengobatan ke dokter penyakit dalam di Rumah Sakit Anuntaloko Parigi padahal Erwin harus terus konsumsi obat dari dokter penyakit dalam. Negara menurut Ardika Yana harus hadir memberikan restitusi sekaitan dengan jaminan kesehatan terhadap Erwin.
Selanjutnya SKP HAM dan keluarga korban, mengaku menghargai kerja JPU sampai pada tahap tuntutan ini. Meskipun masih ada pertanyaan menggantung, mengapa kasus ini hanya menuntut Bripka Hendra sebagai pelaku tunggal. Mengapa JPU tidak melihat kasus penembakan ini atas kelalaian perintah/komando dari pimpinan kesatuan? Kami juga bertanya mengapa permohonan restitusi dari keluarga korban yang telah disampaikan LPSK di persidangan, juga tidak masuk sebagai materi tuntutan JPU kepada pelaku. Menurut Nurlaela SKP HAM Sulteng terus mendampingi keluarga korban hingga ke persidangan pembacaan putusan hakim besok. Sejak kasus ini bergulir, SKP HAM dan LPSK, AJI Palu dan Psikolog bersama kekuatan sipil lainnya, telah mendampingi keluarga korban menuntut keadilan atas kasus penembakan ini.