Bulletin, Jakarta – Informasi yang disampaikan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak pada 4 Oktober 2022, terdapat sebanyak tiga puluh tiga (33) anak yang meninggal dunia karena peristiwa yang terjadi setelah pertandingan sepakbola antara Arema FC dan Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan, Malang.
Save the Children Indonesia menyatakan duka dan simpati yang mendalam bagi para korban terutama anak-anak. Save the Children mendesak Pemerintah Indonesia dan pihak penyelenggara pertandingan untuk segera melakukan tindakan yang berkaitan dengan keselamatan dan keamanan anak, terutama bagi anak-anak yang menjadi korban atau kehilangan orang tua.
“Hidup dan selamat dari segala bentuk ancaman bahaya termasuk kerusuhan adalah hak anak. Peristiwa ini meninggalkan luka yang mendalam bagi korban dan keluarga terutama anak-anak yang menjadi yatim / piatu / yatim piatu dari peristiwa ini. Meninggalkan luka yang membekas dalam jiwanya juga bagi anak-anak yang mengalami luka fisik baik kategori ringan maupun berat. Berbagai pihak perlu segera melakukan tindakan yang berkaitan dengan keselamatan dan keamanan anak-anak yang menjadi korban,” jelas Troy Pantouw / Chief Advocacy, Campaign, Communication and Media Save the Children Indonesia.
Merespon Peristiwa Kanjuruhan, Save the Children Indonesia berkoordinasi dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Malang untuk segera melakukan identifikasi data dan kondisi anak terutama bagi mereka yang kehilangan anggota keluarga atau menjadi yatim piatu karena peristiwa ini. Save the Children juga memberikan layanan dukungan psikososial secara langsung kepada keluarga dan anak-anak yang menjadi korban.
Save the Children juga mendorong agar dibentuknya sistem satu pintu dalam mengelola pendataan korban terutama anak-anak. Hal ini untuk memastikan informasi yang disampaikan komprehensif dan lengkap, serta tidak menambah kerentanan anak dan keluarga karena harus menceritakan pengalaman traumatis yang dialami para korban.
Hal-hal yang perlu segera dilakukan adalah identifikasi anak-anak yang meninggal, luka-luka, dan terpisah dari keluarga; identifikasi anak-anak yang menjadi yatim, piatu atau yatim piatu karena orang tua meninggal dalam tragedi tersebut untuk memastikan keberlanjutan pengasuhan anak; memastikan tersedianya layanan bagi anak-anak dan keluarga yang teridentifikasi sebagai korban, termasuk anak-anak yang kehilangan keluarga maupun teman-temannya serta mengedepankan prinsip keselamatan dan keamanan terutama pada suporter/pendukung usia anak dalam setiap penyelenggaraan pertandingan.
Selain itu, Save the Children Indonesia juga menyampaikan potensi risiko yang mungkin terjadi pada pendukung usia anak ketika menyaksikan pertandingan sepakbola secara langsung di antaranya adalah
1. Berpotensi terpapar pada segala bentuk kekerasan baik sebelum, selama dan sesudah masa pertandingan
2. Menjadi korban dari kerusuhan
3. Kehilangan nyawa atau meninggal dunia. (Bulletin /Wawa)