Rektor UIN Palu: Pemerintah junjung tinggi peran santri rawat NKRI

  • Whatsapp
Profesor Sagaf S Pettalongi (Rektor UIN Datokkarama Palu)

PALU,BULLETIN.ID – Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Datokarama, Profesor Sagaf S Pettalongi menyatakan pemerintah menjunjung tinggi eksistensi dan peran santri dalam merawat dan menjunjung tinggi  kemajemukan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). 

“Hari santri menjadi representatif wujud nyata komitmen pemerintah dalam menghargai dan menjunjung tinggi eksistensi dan peran santri di Tanah Air,” kata Profesor Sagaf S Pettalongi, di Kota Palu, Sulawesi Tengah, Jumat. 

Pemerintah telah menetapkan tanggal 22 Oktober sebagai hari santri nasional. Melalui penetapan ini, Kementerian Agama dan seluruh perangkatnya di tingkat pusat maupun daerah, setiap tahun memperingati hari santri nasional.

Tahun 2023 ini, Kementerian Agama melalui kepemimpinan Menteri Yaqut Cholil Qoumas mengangkat tema hari santri nasional tentang “Jihad Santri Jayakan Negeri”. 

Tema ini telah diluncurkan oleh Gus Men yang diikutkan dengan peluncuran logo hari santri tahun 2023.

“Ini wujud konsistensi dan komitmen, serta penghargaan yang diberikan oleh pemerintah melalui Kementerian Agama kepada santri,” ungkap Profesor Sagaf yang merupakan guru besar sekaligus Pakar Managemen Pendidikan. 

Prof Sagaf yang juga tokoh moderat Sulawesi Tengah ini mengemukakan bahwa, santri dan pondok pesantren telah memberikan kontribusi besar dalam keberlanjutan pembangunan peradaban manusia di berbagai sektor di Tanah Air. 

Perjuangan Hadratus Syekh Hasyim Asy’ari dengan para santri melawan penjajah lewat revolusi jihad menjadi sejarah yang tak terbantahkan bahwa santri berperan dalam kemerdekaan Indonesia, serta menjaga keutuhan dan kesatuan bangsa.

Dari perjuangan itu, menurut Profesor Sagaf bahwa, Hadratus Syekh dengan para santri di Tanah Air, telah menorehkan semangat keberagamaan sekaligus semangat kebangsaan. Konsepsi keislaman dan kebangsaan dipadukan untuk menumbuhkan nasionalisme melawan penjajah kala itu.

“Beliau memadukan konsep dan praktek berislam sekaligus berbangsa dan bernegara, yang harus diteladani oleh umat di belakangnya, dalam merawat kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara dalam NKRI,” ujarnya.

Berita Pilihan :  Prof Zainal: Kader Pelopor Kerukunan Dunia Maya garda depan FKUB Sulteng

Hadratus Syekh sebagai Pendiri Nahdlatul Ulama (NU) tidak pernah lelah dalam melawan propaganda – propaganda yang digencarkan oleh penjajah. Selain terus berupaya memperkokoh jam’iyah dan jamaah NU, Kiai Hasyim Asy’ari juga selalu mendorong persatuan umat Islam yang kala itu telah terwadahi di berbagai ormas Islam.

“Beliau menunjukkan sikap moderat, yaitu membangun hubungan komunikasi dengan berbagai organisasi Islam, untuk persatuan Islam  yang tujuannya menguatkan peran dan eksistensi kebangsaan dan NKRI,” kata Prof Sagaf.

Kata Profesor Sagaf, nilai – nilai perjuangan tersebut coba diadopsi oleh Kementerian Agama yang termuat di dalam logo hari santi tahun 2023. Makna dan filosofi logi hari santi yaiti : bendera merah putih dan api yang berkobar. Ini mengandung makna semangat nasionalisme. Salah satu ciri yang melekat pada diri santri adalah mencintai tanah air.

Jaringan digital. Ini mengandung makna transformasi teknologi digital. Santri juga turut melakukan transformasi teknologi digital. Empat pilar kebangsaan, yaitu Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Berikutnya titik berwarna kuning di atas empat pilar, mengandung makna santri siaga menjaga empat pilar kebangsaan. Kemudian, Simbolisasi huruf nun yang menyerupai tempat tinta adalah simbol pengetahuan.

Terakhir, goresan tinta, mengandung makna jihad santri zaman ini adalah mengembangkan ilmu pengetahuan pesantren dengan kemajuan teknologi demi kejayaan negeri. 

Kemenag menyatakan bahwa jihad santri jayakan negeri menegaskan bahwa santri terus berkontribusi aktif dalam memajukan negeri.  Makna jihad secara kontekstual tidak selalu identik dengan berperang angkat senjata.

Jihad santri secara kontekstual adalah jihad intelektual, di mana para santri adalah para pejuang dalam melawan kebodohan dan ketertinggalan. Santri juga turut berjuang dan mengambil peran di era transformasi digital.

Pos terkait