PLTU Captive Dinilai Ancaman Serius bagi Perempuan dan Anak di Morowali dan Morut

  • Whatsapp
Diskusi Masyarakat Sipil bertajuk “Menilai Dampak PLTU Captive terhadap Perempuan dan Anak” . Senin (19/05/2025). Foto:ist

MORUT, BULLETIN.ID – Komunitas Peduli Perempuan dan Anak (KPPA) Sulteng, bersama WALHI Sulteng dan Solusi (Sulawesi Tanpa Polusi), menyelenggarakan Diskusi Masyarakat Sipil bertajuk “Menilai Dampak PLTU Captive terhadap Perempuan dan Anak” sebagai bentuk kepedulian terhadap dampak ekologis dan sosial dari industri tambang nikel yang semakin masif di Sulawesi Tengah, khususnya di Kabupaten Morowali dan Morowali Utara.

Diskusi tersebut menjadi ruang konsolidasi bagi organisasi masyarakat sipil untuk menilai dampak langsung dan ancaman jangka panjang terhadap perempuan dan anak di lingkar pertambangan nikel. Direktur KPPA Sulteng, Adriani M Hatta, Senin(19/05/2025)hadir sebagai narasumber utama dan menyoroti keterdesakan perlindungan kelompok rentan, terutama perempuan dan anak, dalam konteks krisis lingkungan yang terjadi akibat praktik energi kotor dari PLTU captive dan aktivitas pertambangan.

“Salah satu kisah yang dirasakan sekarang jenis kerang Meti  bercampur pasir, semakin susah membersihkannya, masyarakat menduga tambang pasir penyebabnya, dulu meti  tidak terbungkus pasir.   Sekarang sudah banyak tambang pasir, jadi sedotannya itu meti  yang besar dan kecil naik semua, jadi busuk semua, jadi meti  tidak berkembang.  Ketua nelayan meti  bilang lama-lama meti  habis.  Hasil sedotan tambang pasir masuk ke salah satu perusahaan tambang”Ungkap Adriani

Ia menyampaikan energi kotor yang digunakan dalam proses hilirisasi nikel dinilai memperparah kerusakan lingkungan, menyebabkan pencemaran udara dan air, munculnya limbah di laut, krisis air bersih, dan bahkan dugaan hujan asam yang masih membutuhkan pembuktian ilmiah. “Kondisi ini berdampak serius terhadap kesehatan, gizi, dan perkembangan anak serta meningkatkan risiko kekerasan dalam rumah tangga karena beban hidup yang semakin berat”Ujarnya.

Berita Pilihan :  Tolak Radikalisme, Eks Anggota MIT Kini Produksi Kopi Bubuk Tembus Pasar Luar Sulteng

Ironisnya, suara kritis perempuan dan masyarakat terdampak belum banyak terdengar atau didengarkan oleh pengambil kebijakan. Pemerintah lebih sibuk dalam perdebatan soal keuntungan ekonomi dari hilirisasi nikel, sementara sisi kemanusiaan dan keadilan lingkungan justru diabaikan.

“Melalui kegiatan ini, KPPA Sulteng, WALHI Sulteng, dan Solusi berharap dapat memperkaya basis informasi dan pengetahuan untuk merancang strategi advokasi yang kuat, kolaboratif, dan berperspektif keadilan gender dan lingkungan”Harapnya.

Pos terkait