Depok, BULLETIN.ID — Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Datokarama Palu, Prof. Lukman Thahir, menegaskan bahwa konsepsi Mutiara Keilmuan dapat menjadi solusi dekolonisasi Studi Islam dari belenggu dikotomi ilmu yang diwariskan kolonialisme pengetahuan.
Pernyataan tersebut disampaikan Prof. Lukman saat menjadi pembicara dalam forum internasional Annual International Conference on Islam, Science, and Society (AICIS+ 2025) yang berlangsung di Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) Depok, Kamis (30/10/2025).
Dalam forum bergengsi yang dihadiri para akademisi dari dalam dan luar negeri itu, Prof. Lukman tampil dengan tema “Mutiara Keilmuan: Solusi Dekolonisasi Studi Islam”. Ia menjelaskan bahwa kolonialisme pengetahuan telah menimbulkan fragmentasi epistemologis yang memisahkan wahyu dari akal, iman dari etika, dan spiritualitas dari sains.
“Dekolonisasi bukanlah pemberontakan terhadap Barat. Ini adalah upaya untuk memusatkan kembali ilmu pengetahuan, mengembalikan wahyu ke tempatnya sebagai jantung kehidupan intelektual,” ujar Prof. Lukman dalam paparannya.
Menurutnya, di banyak universitas modern, Studi Islam seringkali terfragmentasi sehingga kehilangan makna transformatifnya. Untuk itu, Paradigma Mutiara Keilmuan hadir memulihkan kesatuan antara wahyu, akal, dan etika yang menjadi esensi sejati dari dekolonisasi epistemologis.
Prof. Lukman kemudian menguraikan makna filosofis Paradigma Mutiara Keilmuan Islam melalui simbol tiram dan mutiara.
“Layaknya tiram yang membentuk mutiara, intelek Islam mengubah rasa sakit dan tantangan menjadi kebijaksanaan. Cangkangnya adalah Al-Qur’an dan Sunnah, sementara mutiara itu sendiri adalah hikmah hasil harmoni antara wahyu, akal, dan pengalaman,” jelasnya.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa dekolonisasi bukanlah proses destruktif, melainkan transformasi.
“Dekolonisasi adalah seni mengubah gangguan modernitas menjadi mutiara pencerahan,” tutur Guru Besar Filsafat Islam itu.







